Selasa, 14 Januari 2014

DINAMIKA KONFLIK DALAM ORGANISASI

KASUS : RUMAH SAKIT KOLOMBO

Bapak Subaki, pensiunan dokter yang sekarang adalah direktur utama Rumah Sakit Kolombo. rumah sakit tersebut mempunyai 200 tempat tidur dan melayani suatu daerah yang berpenduduk 50.000 orang. subaki baru saja memulai pertemuan dengan administrator rumah sakit, saudara Asmuni. tujuan pertemuan (rapat) adalah untuk mencari penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak tentang masalah konflik wewenang yang jelas kelihatan antara saudara Rinto dan kepala bagian operasi, dr. Hastomo.
Konflik yang terjadi di Rumah Sakit Kolombo dimulai saat Rinto Panggabean, supervisor ruang operasi membuat jadwal serangkaian kegiatan operasi rumah sakit yang menurut Rinto sudah sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah digariskan oleh administrator rumah sakit. Tetapi para ahli dan staff bedah merasa bahwa scheduling yang seperti itu membuat mereka tidak bisa melaksanakan prosedur operasi dengan benar dan mengakibatkan penanganan pasien dengan kualitas rendah.
Kemudian Dr. Hastomo sebagai Kepala bagian operasi mendengarkan semua keluhan para ahli dan staff bedah soal masalah tersebut, sehingga Dr. Hastomo mengambil keputusan untuk memecat Rinto. Rinto merasa tidak adil sehingga dia meminta banding kepada pihak administratif rumah sakit. Pihak administraktif rumah sakit pun memberi informasi pada Dr. Hastomo bahawa pemecatan para perawat adalah hak administratif. Tetapi Dr. Hastomo beranggapan bahwa segala masalah yang memempengaruhi praktis media dan perawatan medis adalah wewenang nya bukan orang awam “Layman” untuk membuat keputusan mengenai praktis medis.
Subaki baru saja memulaipertemuan dengan administrator rumah sakit, saudara Asumi. Tujuan pertemuan (rapat) adalah untuk mencari penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak tentang masalah konflik wewenang yang jelas kelihatan antara saudara Rinto dan Kepala Bagian Operasi, dr. Hastomo. Masalah ini diberitahukan kepada Bapak Subaki untuk dimintakan perhatian oleh dr. Hastomo sewaktu bermain golf. Dr. Hastomo telah mengajukan tantangan pada Subaki untuk bermain golf di lapangan golf milik Atma Jaya; tetapi ajakan ini hanya suatu alas an dr. Hastomo untuk mendiskusikan masalah rumash sakit dengan Subaki. Masalah yang dipersoalkan dr. Hastomo menyangkut penjelia (supervisor) ruang operasi, Rinto Panggabean, dimana Rinto membuat skedul serangkaian kegiatan operasi rumah sakit sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dia “percaya” telah digariskan oleh administrator rumah sakit. Salah satu sumber kejengkelan para ahli bedah adalah sikapnya bahwa penggunaan ruang-ruang operasi rumah sakit harus dibuat maksimum bila biaya-biaya rumah sakit akan ditekan atau diturunkan. Oleh karena itu Rinto menyusun skedul dengan suatu pedoman bahwa waktu menganggur ruang pengoprasian harus diminimumkan. Para ahli bedahh mengeluh bahwa skedul pelaksanaan operasi sering tidak memungkinkan mereka mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan prosedur pembedahan dengan cara yang mereka piker perlu dilakukan. Terlebih lagi, seiring waktu tidak mencukupi untuk persiapan efektif antaroperasi sebelum prosedur berikutnya. Svheduling seperti ini, menurut para staf pembedahan mengakibatan penanganan pasien dengan kualitas rendah. Lebih lanjut para ahli bedah telah mengeluh bahwa Rinto menunjukkan pilih kasih (favoritism) dalam schedulingnya yang mengizinkan beberapa dokter menggunakan lebih lama ruang operasi daripada yang lain. Situasi mencapai kritis ketika dr. Hastomo, yang sedang menghadapi knfrontasi eksplosif dengan Rinto, memberitahunya bahwa dia memecat Rinto. Rinto kemudian mengajukan banding kepada admkinistrator rumah sakit, sebaliknya memberinya informasi kepada dr. Hastomo bahwa pemecatan para perawat adalah hak administrative, sehingga dr. Hastomo menegaskan bahwa dia mempunyai wewenang terhadap segala masalah yang mempengaruhi praktik medis dan peawatan pasien secara baik dalam rumah sakit. Dia menyatakan hal itu merupakan masalah medis dan mengancam untuk menyerahkannya kepada dewan direktur rumah sakit. Setelah pertemuan antara Subaki dan Asmuni mulai, Asmuni menjelaskan posisinya pada masalah yang terjadi. Dia menekankan bahwa seorang administrator untuk membuat keputusan-keputusan, mengembangkan program-program, merumuskan kebikjaksanaan-kibiaksanaan, dan mengimplementasikan prosedur-prosedur. Selama mendengarkan Asmuni, Sibaki menempatkan dirinya pada posisi de. Hastomo yang berlawanan, yang telah berpendapat bahwa para dokter bedah dan medis memegang hak-hak istimewa stad fan todak akan pernah membiarkan seorang “awan” (“Layman”) untuk membuat keputusan mengenai praktik medis. Dr. Hastomo juga telah mengatakan bahwa Asmuni harus diberitahu untuk membatasi kegiatan-kegiatannya pada pembelanjaan, pencarian dana, pemeliharaan, pengolahan rumah tangga – masalah-masalah administrative, bukan masalah medis. Dr. Hastomo kemudian minta kepada Subaki untuk memperjelas, dengan suatu cara definitif, garis-garis wewenang dalam ruma sakit Kolombo. Setelah Subaki mengakhiri pertemuannya dengan Asmuni, kepemilikan masalah telah jelas baginya, tetapi penyelesainnya masih belum begitu jelas. Subaki tahu bahwa peril dibuat suatu keputusan dan segera.
Read more at http://elvanmahardika.blogspot.com/2014/01/kasus-rumah-sakit-kolombo.html#Hofr6xEclaGGdDGB.99
Subaki baru saja memulaipertemuan dengan administrator rumah sakit, saudara Asumi. Tujuan pertemuan (rapat) adalah untuk mencari penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak tentang masalah konflik wewenang yang jelas kelihatan antara saudara Rinto dan Kepala Bagian Operasi, dr. Hastomo. Masalah ini diberitahukan kepada Bapak Subaki untuk dimintakan perhatian oleh dr. Hastomo sewaktu bermain golf. Dr. Hastomo telah mengajukan tantangan pada Subaki untuk bermain golf di lapangan golf milik Atma Jaya; tetapi ajakan ini hanya suatu alas an dr. Hastomo untuk mendiskusikan masalah rumash sakit dengan Subaki. Masalah yang dipersoalkan dr. Hastomo menyangkut penjelia (supervisor) ruang operasi, Rinto Panggabean, dimana Rinto membuat skedul serangkaian kegiatan operasi rumah sakit sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dia “percaya” telah digariskan oleh administrator rumah sakit. Salah satu sumber kejengkelan para ahli bedah adalah sikapnya bahwa penggunaan ruang-ruang operasi rumah sakit harus dibuat maksimum bila biaya-biaya rumah sakit akan ditekan atau diturunkan. Oleh karena itu Rinto menyusun skedul dengan suatu pedoman bahwa waktu menganggur ruang pengoprasian harus diminimumkan. Para ahli bedahh mengeluh bahwa skedul pelaksanaan operasi sering tidak memungkinkan mereka mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan prosedur pembedahan dengan cara yang mereka piker perlu dilakukan. Terlebih lagi, seiring waktu tidak mencukupi untuk persiapan efektif antaroperasi sebelum prosedur berikutnya. Svheduling seperti ini, menurut para staf pembedahan mengakibatan penanganan pasien dengan kualitas rendah. Lebih lanjut para ahli bedah telah mengeluh bahwa Rinto menunjukkan pilih kasih (favoritism) dalam schedulingnya yang mengizinkan beberapa dokter menggunakan lebih lama ruang operasi daripada yang lain. Situasi mencapai kritis ketika dr. Hastomo, yang sedang menghadapi knfrontasi eksplosif dengan Rinto, memberitahunya bahwa dia memecat Rinto. Rinto kemudian mengajukan banding kepada admkinistrator rumah sakit, sebaliknya memberinya informasi kepada dr. Hastomo bahwa pemecatan para perawat adalah hak administrative, sehingga dr. Hastomo menegaskan bahwa dia mempunyai wewenang terhadap segala masalah yang mempengaruhi praktik medis dan peawatan pasien secara baik dalam rumah sakit. Dia menyatakan hal itu merupakan masalah medis dan mengancam untuk menyerahkannya kepada dewan direktur rumah sakit. Setelah pertemuan antara Subaki dan Asmuni mulai, Asmuni menjelaskan posisinya pada masalah yang terjadi. Dia menekankan bahwa seorang administrator untuk membuat keputusan-keputusan, mengembangkan program-program, merumuskan kebikjaksanaan-kibiaksanaan, dan mengimplementasikan prosedur-prosedur. Selama mendengarkan Asmuni, Sibaki menempatkan dirinya pada posisi de. Hastomo yang berlawanan, yang telah berpendapat bahwa para dokter bedah dan medis memegang hak-hak istimewa stad fan todak akan pernah membiarkan seorang “awan” (“Layman”) untuk membuat keputusan mengenai praktik medis. Dr. Hastomo juga telah mengatakan bahwa Asmuni harus diberitahu untuk membatasi kegiatan-kegiatannya pada pembelanjaan, pencarian dana, pemeliharaan, pengolahan rumah tangga – masalah-masalah administrative, bukan masalah medis. Dr. Hastomo kemudian minta kepada Subaki untuk memperjelas, dengan suatu cara definitif, garis-garis wewenang dalam ruma sakit Kolombo. Setelah Subaki mengakhiri pertemuannya dengan Asmuni, kepemilikan masalah telah jelas baginya, tetapi penyelesainnya masih belum begitu jelas. Subaki tahu bahwa peril dibuat suatu keputusan dan segera.
Read more at http://elvanmahardika.blogspot.com/2014/01/kasus-rumah-sakit-kolombo.html#Hofr6xEclaGGdDGB.99


Pertanyaan Kasus:

     1. Mengapa saudara berpendapat bahwa konflik telah berkembang di rumah sakit kolombo?

     2. Apakah penetapan garis-garis wewenang secara jelas akan memecahkan semua masalah-masalah   yang digambarkan dalam kasus? Mengapa atau mengapa tidak?

     3. Apa yang harus dilakukan Bapak Subaki?

Jawab: 

1.  jelas telah berkembang semenjak Rinto Panggabean membuat skedul kegiatan operasi rumah sakit sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dia "percaya" telah digariskan oleh administrator rumah sakit, sehingga membuat  para ahli bedah mengeluh bahwa skedul pelaksanaan operasi sering tidak memungkinkan mereka mempunyai cukup waktu.

2. Ya. karena penetapan wewenang harus dilakukan secara jelas dan tidak dilakukan secara sepihak agar tidak sembarang orang menetapkan wewenangnya.

3. Bapak Subaki harus melakukan rapat ulang untuk menentukan pendapat terbaik dari semua staf-staf rumah sakit agar kejadian ini tidak berulang kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar