Selasa, 14 Januari 2014

KEPEMIMPINAN

Definisi Kepemimpinan menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) adalah kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. Kepemimpinan menurut Young (dalam Kartono, 2003) lebih terarah dan terperinci dari definisi sebelumnya. Menurutnya kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
 
Tipe-Tipe Kepemimpinan

Pada umumnya para pemimpin dalam setiap organisasi dapat diklasifikasikan menjadi lima type utama yaitu sebagai berikut :

  1. Tipe pemimpin otokratis
  2. Tipe pemimpin militeristik
  3. Tipe pemimpin paternalistis
  4. Tipe pemimpin karismatis
  5. Tipe pomimpin demokratis

1. Tipe Pemimpin Otokratis
Tipe pemimpin ini menganggap bahwa pemimpin adalah merupakan suatu hak.
Ciri-ciri pemimpin tipe ini adalah sebagai berikut :
  • Menganggap bahwa organisasi adalah milik pribadi
  • Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
  • Menganggap bahwa bawahan adalah sebagai alat semata-mata
  • Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat dari orang lain karena dia menganggap dialah yang paling benar.Selalu bergantung pada kekuasaan formal
  • Dalam menggerakkan bawahan sering mempergunakan pendekatan (Approach) yang mengandung unsur paksaan dan ancaman.
Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe mimpinan otokratis tersebut di atas dapat diketahui bahwa tipe ini tidak menghargai hak-hak dari manusia, karena tipe ini tidak dapat dipakai dalam organisasi modern.

2. Tipe Kepemimpinan Militeristis

Perlu diparhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan seorang pemimpin tipe militeristis tidak sama dengan pemimpin-pemimpin dalam organisasi militer. Artinya tidak semua pemimpin dalam militer adalah bertipe militeristis.
Seorang pemimpin yang bertipe militeristis mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
  • Dalam menggerakkan bawahan untuk yang telah ditetapkan, perintah mencapai tujuan digunakan sebagai alat utama.
  • Dalam menggerakkan bawahan sangat suka menggunakan pangkat dan jabatannya.Sonang kepada formalitas yang berlebihan
  • Menuntut disiplin yang tinggi dan kepatuhan mutlak dari bawahan
  • Tidak mau menerima kritik dari bawahanMenggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe pemimpin militeristis jelaslah bahwa ripe pemimpin seperti ini bukan merupakan pemimpin yang ideal.

3. Tipe Pemimpin Paternalistis
Tipe kepemimpinan fathornalistis, mempunyai ciri tertentu yaitu bersifat fathernal atau kepakan.ke Pemimpin seperti ini menggunakan pengaruh yang sifat kebapaan dalam menggerakkan bawahan mencapai tujuan. Kadang-kadang pendekatan yang dilakukan sifat terlalu sentimentil.
Sifat-sifat umum dari tipe pemimpin paternalistis dapat dikemukakan sebagai berikut:
  • Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa.
  • Bersikap terlalu melindungi bawahanJarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan. Karena itu jarang dan pelimpahan wewenang.
  • Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya tuk mengembangkan inisyatif daya kreasi.
  • Sering menganggap dirinya maha tau.

Harus diakui bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin seperti ini sangat diporlukan. Akan tetapi ditinjau dari segi sifar-sifar negatifnya pemimpin faternalistis kurang menunjukkan elemen kontinuitas terhadap organisasi yang dipimpinnya.

4. Tipe Kepemimpinan Karismatis
Sampai saat ini para ahli manajemen belum berhasil menamukan sebab-sebab mengapa seorang pemimin memiliki karisma. Yang diketahui ialah tipe pemimpin seperti ini mampunyai daya tarik yang amat besar, dan karenanya mempunyai pengikut yang sangat besar. Kebanyakan para pengikut menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin seperti ini, pengetahuan tentang faktor penyebab Karena kurangnya seorang pemimpin yang karismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers), perlu dikemukakan bahwa kekayaan, umur, kesehatan profil pendidikan dan sebagainya. Tidak dapat digunakan sebagai kriteria tipe pemimpin karismatis.

5. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Dari semua tipe kepemimpinan yang ada, tipe kepemimpinan demokratis dianggap adalah tipe kepemimpinan yang terbaik. Hal ini disebabkan karena tipe kepemimpinan ini selalu mendahulukan kepentingan kelompok dibandingkan dengan kepentingan individu.
Beberapa ciri dari tipe kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut:
  • Dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah mahluk yang termulia di dunia.
  • Selalu berusaha menselaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentingan organisasi.
  • Senang menerima saran, pendapat dan bahkan dari kritik bawahannya.
  • Mentolerir bawahan yang membuat kesalahan dan berikan pendidikan kepada bawahan agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisyatif dan prakarsa dari bawahan.
  • Lebih menitik beratkan kerjasama dalam mencapai tujuan.
  • Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya.
  • Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

Dari sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin tipe demokratis, jelaslah bahwa tidak mudah untuk menjadi pemimpin demokratis.

Teori Kepemimpinan

Beberapa teori telah dikemukakan para ahli majemen mengenai timbulnya seorang pemimpin. Teori yang satu berbeda dengan teori yang lainnya.
Di antara berbagai teori mengenai lahirnya paling pemimpin ada tiga di antaranya yang paling menonjol yaitu sebagai berikut :

1. Teori Genetie
Inti dari teori ini tersimpul dalam mengadakan "leaders are born and not made". bahwa penganut teori ini mengatakan bahwa seorang pemimpin akan karena ia telah dilahirkan dengan bakat pemimpin.Dalam keadaan bagaimana pun seorang ditempatkan pada suatu waktu ia akn menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk itu. Artinya takdir telah menetapkan ia menjadi pemimpin.

2. Teori Sosial
Jika teori genetis mengatakan bahwa "leaders are born and not made", make penganut-penganut sosial mengatakan sebaliknya yaitu :
"Leaders are made and not born".
Penganut-penganut teori ini berpendapat bahwa setiap orang akan dapat menjadi pemimpin apabila diberi pendidikan dan kesempatan untuk itu.

3. Teori Ekologis
Teori ini merupakan penyempurnaan dari kedua teori genetis dan teori sosial. Penganut-ponganut teori ini berpendapat bahwa seseorang hanya dapat menjadi pemimpin yang baik apabila pada waktu lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, bakat mana kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pangalaman-pengalaman yang memungkinkannya untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang memang telah dimilikinya itu.

Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori genetis dan teori sosial dan dapat dikatakan teori yang paling baik dari teori-teori kepemimpinan.Namun demikian penyelidikan yang jauh yang lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang timbul sebagai pemimpin yang baik.

DINAMIKA KONFLIK DALAM ORGANISASI

KASUS : RUMAH SAKIT KOLOMBO

Bapak Subaki, pensiunan dokter yang sekarang adalah direktur utama Rumah Sakit Kolombo. rumah sakit tersebut mempunyai 200 tempat tidur dan melayani suatu daerah yang berpenduduk 50.000 orang. subaki baru saja memulai pertemuan dengan administrator rumah sakit, saudara Asmuni. tujuan pertemuan (rapat) adalah untuk mencari penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak tentang masalah konflik wewenang yang jelas kelihatan antara saudara Rinto dan kepala bagian operasi, dr. Hastomo.
Konflik yang terjadi di Rumah Sakit Kolombo dimulai saat Rinto Panggabean, supervisor ruang operasi membuat jadwal serangkaian kegiatan operasi rumah sakit yang menurut Rinto sudah sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah digariskan oleh administrator rumah sakit. Tetapi para ahli dan staff bedah merasa bahwa scheduling yang seperti itu membuat mereka tidak bisa melaksanakan prosedur operasi dengan benar dan mengakibatkan penanganan pasien dengan kualitas rendah.
Kemudian Dr. Hastomo sebagai Kepala bagian operasi mendengarkan semua keluhan para ahli dan staff bedah soal masalah tersebut, sehingga Dr. Hastomo mengambil keputusan untuk memecat Rinto. Rinto merasa tidak adil sehingga dia meminta banding kepada pihak administratif rumah sakit. Pihak administraktif rumah sakit pun memberi informasi pada Dr. Hastomo bahawa pemecatan para perawat adalah hak administratif. Tetapi Dr. Hastomo beranggapan bahwa segala masalah yang memempengaruhi praktis media dan perawatan medis adalah wewenang nya bukan orang awam “Layman” untuk membuat keputusan mengenai praktis medis.
Subaki baru saja memulaipertemuan dengan administrator rumah sakit, saudara Asumi. Tujuan pertemuan (rapat) adalah untuk mencari penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak tentang masalah konflik wewenang yang jelas kelihatan antara saudara Rinto dan Kepala Bagian Operasi, dr. Hastomo. Masalah ini diberitahukan kepada Bapak Subaki untuk dimintakan perhatian oleh dr. Hastomo sewaktu bermain golf. Dr. Hastomo telah mengajukan tantangan pada Subaki untuk bermain golf di lapangan golf milik Atma Jaya; tetapi ajakan ini hanya suatu alas an dr. Hastomo untuk mendiskusikan masalah rumash sakit dengan Subaki. Masalah yang dipersoalkan dr. Hastomo menyangkut penjelia (supervisor) ruang operasi, Rinto Panggabean, dimana Rinto membuat skedul serangkaian kegiatan operasi rumah sakit sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dia “percaya” telah digariskan oleh administrator rumah sakit. Salah satu sumber kejengkelan para ahli bedah adalah sikapnya bahwa penggunaan ruang-ruang operasi rumah sakit harus dibuat maksimum bila biaya-biaya rumah sakit akan ditekan atau diturunkan. Oleh karena itu Rinto menyusun skedul dengan suatu pedoman bahwa waktu menganggur ruang pengoprasian harus diminimumkan. Para ahli bedahh mengeluh bahwa skedul pelaksanaan operasi sering tidak memungkinkan mereka mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan prosedur pembedahan dengan cara yang mereka piker perlu dilakukan. Terlebih lagi, seiring waktu tidak mencukupi untuk persiapan efektif antaroperasi sebelum prosedur berikutnya. Svheduling seperti ini, menurut para staf pembedahan mengakibatan penanganan pasien dengan kualitas rendah. Lebih lanjut para ahli bedah telah mengeluh bahwa Rinto menunjukkan pilih kasih (favoritism) dalam schedulingnya yang mengizinkan beberapa dokter menggunakan lebih lama ruang operasi daripada yang lain. Situasi mencapai kritis ketika dr. Hastomo, yang sedang menghadapi knfrontasi eksplosif dengan Rinto, memberitahunya bahwa dia memecat Rinto. Rinto kemudian mengajukan banding kepada admkinistrator rumah sakit, sebaliknya memberinya informasi kepada dr. Hastomo bahwa pemecatan para perawat adalah hak administrative, sehingga dr. Hastomo menegaskan bahwa dia mempunyai wewenang terhadap segala masalah yang mempengaruhi praktik medis dan peawatan pasien secara baik dalam rumah sakit. Dia menyatakan hal itu merupakan masalah medis dan mengancam untuk menyerahkannya kepada dewan direktur rumah sakit. Setelah pertemuan antara Subaki dan Asmuni mulai, Asmuni menjelaskan posisinya pada masalah yang terjadi. Dia menekankan bahwa seorang administrator untuk membuat keputusan-keputusan, mengembangkan program-program, merumuskan kebikjaksanaan-kibiaksanaan, dan mengimplementasikan prosedur-prosedur. Selama mendengarkan Asmuni, Sibaki menempatkan dirinya pada posisi de. Hastomo yang berlawanan, yang telah berpendapat bahwa para dokter bedah dan medis memegang hak-hak istimewa stad fan todak akan pernah membiarkan seorang “awan” (“Layman”) untuk membuat keputusan mengenai praktik medis. Dr. Hastomo juga telah mengatakan bahwa Asmuni harus diberitahu untuk membatasi kegiatan-kegiatannya pada pembelanjaan, pencarian dana, pemeliharaan, pengolahan rumah tangga – masalah-masalah administrative, bukan masalah medis. Dr. Hastomo kemudian minta kepada Subaki untuk memperjelas, dengan suatu cara definitif, garis-garis wewenang dalam ruma sakit Kolombo. Setelah Subaki mengakhiri pertemuannya dengan Asmuni, kepemilikan masalah telah jelas baginya, tetapi penyelesainnya masih belum begitu jelas. Subaki tahu bahwa peril dibuat suatu keputusan dan segera.
Read more at http://elvanmahardika.blogspot.com/2014/01/kasus-rumah-sakit-kolombo.html#Hofr6xEclaGGdDGB.99
Subaki baru saja memulaipertemuan dengan administrator rumah sakit, saudara Asumi. Tujuan pertemuan (rapat) adalah untuk mencari penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak tentang masalah konflik wewenang yang jelas kelihatan antara saudara Rinto dan Kepala Bagian Operasi, dr. Hastomo. Masalah ini diberitahukan kepada Bapak Subaki untuk dimintakan perhatian oleh dr. Hastomo sewaktu bermain golf. Dr. Hastomo telah mengajukan tantangan pada Subaki untuk bermain golf di lapangan golf milik Atma Jaya; tetapi ajakan ini hanya suatu alas an dr. Hastomo untuk mendiskusikan masalah rumash sakit dengan Subaki. Masalah yang dipersoalkan dr. Hastomo menyangkut penjelia (supervisor) ruang operasi, Rinto Panggabean, dimana Rinto membuat skedul serangkaian kegiatan operasi rumah sakit sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dia “percaya” telah digariskan oleh administrator rumah sakit. Salah satu sumber kejengkelan para ahli bedah adalah sikapnya bahwa penggunaan ruang-ruang operasi rumah sakit harus dibuat maksimum bila biaya-biaya rumah sakit akan ditekan atau diturunkan. Oleh karena itu Rinto menyusun skedul dengan suatu pedoman bahwa waktu menganggur ruang pengoprasian harus diminimumkan. Para ahli bedahh mengeluh bahwa skedul pelaksanaan operasi sering tidak memungkinkan mereka mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan prosedur pembedahan dengan cara yang mereka piker perlu dilakukan. Terlebih lagi, seiring waktu tidak mencukupi untuk persiapan efektif antaroperasi sebelum prosedur berikutnya. Svheduling seperti ini, menurut para staf pembedahan mengakibatan penanganan pasien dengan kualitas rendah. Lebih lanjut para ahli bedah telah mengeluh bahwa Rinto menunjukkan pilih kasih (favoritism) dalam schedulingnya yang mengizinkan beberapa dokter menggunakan lebih lama ruang operasi daripada yang lain. Situasi mencapai kritis ketika dr. Hastomo, yang sedang menghadapi knfrontasi eksplosif dengan Rinto, memberitahunya bahwa dia memecat Rinto. Rinto kemudian mengajukan banding kepada admkinistrator rumah sakit, sebaliknya memberinya informasi kepada dr. Hastomo bahwa pemecatan para perawat adalah hak administrative, sehingga dr. Hastomo menegaskan bahwa dia mempunyai wewenang terhadap segala masalah yang mempengaruhi praktik medis dan peawatan pasien secara baik dalam rumah sakit. Dia menyatakan hal itu merupakan masalah medis dan mengancam untuk menyerahkannya kepada dewan direktur rumah sakit. Setelah pertemuan antara Subaki dan Asmuni mulai, Asmuni menjelaskan posisinya pada masalah yang terjadi. Dia menekankan bahwa seorang administrator untuk membuat keputusan-keputusan, mengembangkan program-program, merumuskan kebikjaksanaan-kibiaksanaan, dan mengimplementasikan prosedur-prosedur. Selama mendengarkan Asmuni, Sibaki menempatkan dirinya pada posisi de. Hastomo yang berlawanan, yang telah berpendapat bahwa para dokter bedah dan medis memegang hak-hak istimewa stad fan todak akan pernah membiarkan seorang “awan” (“Layman”) untuk membuat keputusan mengenai praktik medis. Dr. Hastomo juga telah mengatakan bahwa Asmuni harus diberitahu untuk membatasi kegiatan-kegiatannya pada pembelanjaan, pencarian dana, pemeliharaan, pengolahan rumah tangga – masalah-masalah administrative, bukan masalah medis. Dr. Hastomo kemudian minta kepada Subaki untuk memperjelas, dengan suatu cara definitif, garis-garis wewenang dalam ruma sakit Kolombo. Setelah Subaki mengakhiri pertemuannya dengan Asmuni, kepemilikan masalah telah jelas baginya, tetapi penyelesainnya masih belum begitu jelas. Subaki tahu bahwa peril dibuat suatu keputusan dan segera.
Read more at http://elvanmahardika.blogspot.com/2014/01/kasus-rumah-sakit-kolombo.html#Hofr6xEclaGGdDGB.99


Pertanyaan Kasus:

     1. Mengapa saudara berpendapat bahwa konflik telah berkembang di rumah sakit kolombo?

     2. Apakah penetapan garis-garis wewenang secara jelas akan memecahkan semua masalah-masalah   yang digambarkan dalam kasus? Mengapa atau mengapa tidak?

     3. Apa yang harus dilakukan Bapak Subaki?

Jawab: 

1.  jelas telah berkembang semenjak Rinto Panggabean membuat skedul kegiatan operasi rumah sakit sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dia "percaya" telah digariskan oleh administrator rumah sakit, sehingga membuat  para ahli bedah mengeluh bahwa skedul pelaksanaan operasi sering tidak memungkinkan mereka mempunyai cukup waktu.

2. Ya. karena penetapan wewenang harus dilakukan secara jelas dan tidak dilakukan secara sepihak agar tidak sembarang orang menetapkan wewenangnya.

3. Bapak Subaki harus melakukan rapat ulang untuk menentukan pendapat terbaik dari semua staf-staf rumah sakit agar kejadian ini tidak berulang kembali